fuad.iain-manado.ac.id | “Problem di masyarakat sebenarnya oleh karena seringnya menggunakan pendekatan tafsir yang kurang tepat. Khusus masalah ayat-ayat poligami, banyak yang menganggap ini sebagai sebuah fondasi untuk membenarkan bagi laki-laki memiliki istri lebih dari satu. Padahal, jauh lebih dalam, jika memahami ayat secara komprehensif, banyak penekanan-penekanan yang dapat menghambat bagi seorang suami berpoligami.” ungkap Dr. H. Ahmad Rajafi Syahran, M. HI, Wakil Dekan I FUAD IAIN Manado, yang bertindak sebagai narasumber pada Kajian Rutin di Kedai Kopi Shaad Caffe, Manado pada Sabtu (11/11) lalu.
Diskusi yang mengangkat tema Cerai Karena Poligami ini, dihadiri oleh sejumlah aktivis kebudayaan dan pegiat literasi Manado. Rajafi dipercayakan untuk memaparkan fenomena Poligami yang terkadang berakhir dengan perceraian. Taufik Bilfaqih, dosen FUAD IAIN yang bertindak sebagai moderator, membuka diskusi dengan mengajak kepada forum untuk membahas secara akademik dan empirik terkait masalah poligami tersebut. “Diskusi ini bukan sedang mencari benar salah atau dukung dan tidaknya terhadap prilaku poligami. Namun, kita sesuaikan dengan narasumbernya yang juga telah membuat buku tentang Fiqih Islam Nusantara yang membahas cerai dan poligami. Bagaimana tinjauan kritis dan objektifnya” Papar Bilfaqih yang juga sebagai Ketua Lesbumi NU Sulut dan fasilitator kajian mingguan tersebut.
Rajafi membagi poligami menjadi dua, poligami sehat dan tidak sehat. “Poligami sehat itu, bukan sekadar berbuat adil semata. Namun juga, punya kemampuan untuk menjadikan istri-istri itu tidak tersakiti. Sebaliknya, jika ada yang tersakiti, termasuk di dalamnya ketika seorang suami yang tidak secara jujur telah berpoligami, sehingga membuat istri pertama kecewa dan tersakiti, maka ini kategori dzolim. Ini tidak sehat.” Imbuhnya.
“Namun, kita harus kembali ke asas. Bahwa pernikahan yang terbaik adalah hanya dengan satu orang istri. Jangan sampai kita, laki-laki, karena memiliki kepentingan ingin memiliki istri lagi, kemudian membawa ayat yang seyogyanya tidaklah mengarahkan pada agenda poligami.” Lanjut Dosen Fiqih ini.
Audiens yang hadir memberikan tanggapan beragam. Termasuk ada pertanyaan tentang bagaimana dengan fenomena wanita lebih banyak jumlahnya dari pada laki-laki. “Saya belum menemukan data konkrit dan objektif, bahwa wanita lebih banyak daripada laki-laki. Jangan-jangan ini adalah akal-akalan kita sebagai suami.” Bantah Rajafi yang disambut tawa peserta diskusi.
Sementara itu, budayawan Sulawesi Utara, Reiner Oentoe menyatakan “Jika agama manapun menghalalkan poligami, kenapa peradaban umat manusia sebagian menolak poligami. Padahal, bapak kaum beriman dan nabi kaum monoteisme (Yahudi-Kristen-Islam), Ibrahim-Abraham bin Nimrod juga berpoligami (Hajar dan Sarah). Juga, jika memang benar populasi umat manusia hari ini dengan statistik penduduk wanita lebih banyak, maka mustahil akan ada keadilan setiap lelaki hanya bisa memiliki satu pasangan.” pungkasnya.
Alhasil, diskusi tersebut menjadi dinamis dan menggugah. Sayang memang, tidak ada satu peserta perempuan yang hadir dan memberi perspektif dalam menyampaikan gagasan tentang fenomena poligami. Akhirnya, diskusi sempat istirahat sejenak untuk agenda shalat magrib. Kemudian dilanjutkan dengan kesimpulan pembahasan. “Intinya, Saya ingin mengajak kepada forum ini untuk secara kritis memahami ayat keagamaan yang membolehkan poligami. Ada fakta-fakta lain yang sesungguhnya ingin menekankan agar pernikahan lebih dari satu itu tidak perlu dilakukan. Sebab, dalam rumah tangga, kita mencari sakinah, mawaddah dan rahmah. Maka, begitu jarang prilaku poligami bisa mengarah kesana.” Rajafi menutup pembahasan. (Adm)