Sekolah Pluralisme; Dekan FUAD Bicara Peran Agama Dibidang Sosial

fuad.iain-manado.ac.id | Sekolah Pluralisme yang diselenggarakan oleh Sinode Am Gereja (SAG) Sulutteng, di hari kedua, Selasa 24 Oktober 2017, menghadirkan panel diskusi dengan lima panelis dari berbagai agama. Puluhan peserta dari berbagai latar belakang agama dan etnis belajar dan menggali nilai-nilai luhur masing-masing agama. Panelis pertama, Ketua Komisi Hubungan antar Agama dan Kepercayaan Keuskupan Manado, Pastor Marcel…

By.

min read

fuad.iain-manado.ac.id | Sekolah Pluralisme yang diselenggarakan oleh Sinode Am Gereja (SAG) Sulutteng, di hari kedua, Selasa 24 Oktober 2017, menghadirkan panel diskusi dengan lima panelis dari berbagai agama. Puluhan peserta dari berbagai latar belakang agama dan etnis belajar dan menggali nilai-nilai luhur masing-masing agama.

Panelis pertama, Ketua Komisi Hubungan antar Agama dan Kepercayaan Keuskupan Manado, Pastor Marcel Lintong memaparkan tentang bagaimana Gereja Katolik memandang dan menjalani kehidupan antar agama dan kepercayaan. “Dari segi pribadi, ini jawaban manusia terhadap penyingkapan diri Allah. Sedangkan secara spiritual ada komunikasi lintas iman,” papar Lintong.

Dari segi struktural, realitas menunjukan bahwa struktur pergaulan lintas agama, keilmuan, politik dan sosial. “Dalam pandangan Katolik, dialog itu menyatukan yang rohani dan jasmani,” ujarnya.

Dia menambahkan,  hubungan antar agama dan kepercayaan  ada dalam tradisi dan ajaran Gereja Katolik. “Inspirasinya adalah dari Roh Allah yang bisikannya terungkap dalam Alkitab,” tandas Lintong.

Secara tegas, Lintong mengatakan, Gereja Katolik menentang yang namanya diskriminasi.

Denni Pinontoan, teolog dan budayawan, tampil berikutnya dengan menyampaikan nilai-nilai kultural untuk perdamaian. “Bahwa sejak dulu leluhur kita punya kebudayaan bersama. Hospitalitas, kekeluargaan, kesetaraan, dan harmoni. Bahkan sebelum kita mengenal agama-agama baik dari yahudi, Arab maupun India,” papar Pinontoan.

Menggali dan memaknai nilai dasar kebersamaan ini, menurut Denni, penting dalam merawat kehidupan bersama yang plural.

Jimmy Sofyan Yosadi dari Kong Hu Chu mengungkapkan nilai-nilai kebenaran yang harus diperjuangkan dalam kehidupan manusia. “Karena dalam diri manusia, ada kebaikan maupun keburukan. Bagaimana nilai-nilai kebaikan ini dikembangkan untuk kehidupan bersama,” ujar Sofyan.

Perspektif Islam terkait keragaman dan hidup bersama dalam perbedaan disampaikan Dr. Hj. Salma, M. HI dari Fakultas Ushuluddin, Adab dan Dakwah (FUAD) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Manado. “Ada aspek personal dan sosial dari agama,” ujar Salma.

Salma mengungkapkan, aspek persolan agama berfungsi memenuhi kebutuhan yang bersifat individual, misalnya kebutuhan akan keselamatan, kebermaknaan hidup, pembebasan dari rasa bersalah, kekuatiran menghadapi maut dan kehidupan semudahnya. “Sedangkan aspek sosial agama berfungsi memberi penyadaran tentang peran sosial manusia dalam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat,” papar Salma.

Dia menambahkan, ikatan persaudaraan (al-ukhuwwah)  yang menimbulkan kohesi kuat, kesadaran akan keberagaman, hubungan transaksional, dan berbagai macam penyelesaian masalah menjadi tugas dari agama. “Ini untuk menciptakan keharmonisan dalam kehidupan manusia sebagai mahkluk sosial,” papar Salma.

Panelis terakhir, Sekjend SAG Sulutteng Pdt Lamberty Mandagi MTh memberikan pokok pikiran bagaimana gereja memandang keragaman. “Cita kasih itu hukum yang utama, tanpa memandang latar belakang yang berbeda,” papar Mandagi.

Diskusi panel yang berlangsung selama 4 jam ini mendapat respon yang begitu antusias dari para peserta. “Kami banyak mendapat pemahaman tentang nilai-nilai dari masing-masing agama. Ini penting untuk hidup dalam keragaman,” papar Putri Kapoh, pemuda dari Kerapatan Gereja Protestan Minahasa atau KGPM.

Sumber; http://kabarmanado.co